Friday 29 July 2016

Tahlil sebagai penangkal fundamentalis

Tahlil sebagai penangkal fundamentalisme

Di kalangan nahdliyyin, salah satu ritus yang paling populer adalah apa yang disebut dengan tahlil. Secara harafiah, arti tahlil sebetulnya sangat sederhana -- membaca la ilaha illa-l-Lah (tiada Tuhan kecuali Allah). Dalam perkembangannya, apalagi dalam konteks Indonesia, istilah ini memiliki makna yang tak sederhana lagi. Tahlil menjadi “cultural marker”, merek/ciri khas budaya.

Bahkan, saya bisa mengatakan lebih jauh lagi. Tahlil telah menjadi semacam “way of life”, cara hidup, juga cara berpikir. Tahlil juga membentuk kosmologi, cara pandang tertentu terhadap kosmos, alam raya, sejarah, masyarakat, dsb.

Dengan kata lain, tahlil telah mengalami metamorfosa dari hal yang amat sederhana, mambaca la ilaha illa-l-Lah, menjadi sesuatu yang sangat serius. Bahkan ada yang mau membikin sebuah partai bernama HTI: Hizbut Tahlil Indonesia. Untuk yang terakhir ini, saya sedang nge-joke saja. Hehehe…

Dalam catatan ini, saya tak ingin melakukan pembelaan atas tahlil dari serangan kelompok-kelompok yang anti-tahlil. Sudah banyak buku mengenai ini ditulis, terutama oleh para kiai NU. Yang akan saya lakukan di sini adalah semacam telaah fenomenologis atas tahlil, agar kelihatan lebih keren sedikit.

Saya sendiri adalah pengamal dan pelaku tahlil. Tetapi dalam tulisan ini, saya akan mencoba melakukan tindakan “penjarakan-diri”, dan menjadi pengamat tahlil. Saya akan mencoba memahami ritus sosial ini secara berjarak, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.

Yang saya maksud dengan pendekatan fenomenologi di sini adalah: melihat fenomena, masuk ke dalamnya, dan mencoba memahami bagaimana fenomena itu bekerja dari dalam, seraya kita tetap bersikap sebagai pengamat yang berjarak. Seorang fenomenolog, seberapa dekatpun berusaha “memeluk” obyek amatannya, dia tetaplah (atau seharusnya tetap menjadi) orang luar. Dia bukan orang dalam. Dia pendatang dalam pentas sosial yang sedang ia amati.

Oke, saya akan mulai melakukan “fenomenologisasi” atas tahlil. Semoga berhasil. Bismillah.

Bagi saya, unsur yang paling penting dalam tahlil bukan pelafalan kalimat syahadat, atau makanan yang dihidangkan kepada para jamaah yang sedang melakukan ritus ini, ataupun kegiatan “jagongan” (ngobrol) yang biasa terjadi setelah ritus ini usai. Semua itu tentu merupakan elemen-elemen yang penting dalam tahlil, terutama dalam kerangka merekatkan hubungan-hubungan sosial.

Bagi saya, elemen yang paling penting dalam tahlil adalah memori, ingatan. Tahlil adalah ritus sosial yang fondasi utamanya adalah “mengingat”. Ingatan ini terarah kepada hal yang terjadi pada masa yang telah lewat. Ingatan itu ditujukan kepada orang-orang yang sudah meninggal.

Dengan kata lain, tahlil pada dasarnya adalah “memorizing the absent”, mengingat sesuatu yang tak ada pada saat ini. Atau, lebih abstrak lagi, dia adalah “memorizing the absence”, mengingat ketiadaan. Mengirimkan doa dalam ritus tahlil kepada orang-orang yang sudah meninggal memiliki makna yang penting. Ia bukan sekedar berbuat baik kepada orang-orang yang sudah mati, tetapi mengingat sesuatu yang terjadi pada masa lampau.

Ingatan ini bak sebuah lingkaran yang bergerak terus-menerus, makin melebar, seperti riak air. Ingatan itu bermula dari keluarga dekat. Karena itu, doa tahlil dihadiahkan kepada orang-orang dekat yang telah wafat. Tetapi doa tahlil juga mencakup sesuatu yang lebih besar dari itu: yakni doa buat orang-orang lain dari masa lampau yang jauh -- dari generasi kakek-nenek, mundur ke belakang terus, hingga ke generasi para sahabat dan Nabi.

Doa tahlil juga ditujukan kepada para wali, para orang saleh, para pejuang yang telah meninggal di masa lampau yang jauh sekali.

Dalam konstruksi seperti ini, tahlil adalah semacam imajinasi tentang masa lampau, bayangan tentang sejarah yang menjulur jauh ke belakang. Ada rasa kesejarahan dalam tindakan tahlil. “Sense of historicity”. Ada rasa bahwa kita yang hidup di masa kini bukan sekedar insiden kecil yang terisolasi dan sendirian. Kita adalah bagian dari sebuah silsilah panjang yang menjangkau ke masa silam yang jauh.

Karena itu, bagi saya, merawat kuburan bukanlah tindakan “klenik” (meski, jika salah niat, bisa juga terjatuh ke sana!), apalagi “syirik. Dia memiliki makna yang sangat penting: yaitu usaha untuk merawat ingatan tentang masa lampau, menjaga silsilah, mempertahankan rasa sejarah.

Tak heran, jika kelompok tertentu dalam Islam yang anti-tahlil, yaitu kaum Wahabi, memiliki kecenderungan anti-sejarah. Tindakan kaum Wahabi yang membenci kuburan ternyata tidak berhenti di sana saja, tetapi juga berakibat sangat fatal – menghancurkan situs-situs sejarah. Penghancuran tempat-tempat bersejarah di Saudi Arabia saat ini, termasuk situs-situs yang berkenaan dengan Nabi dan keluarganya, anda percaya atau tidak, berasal dari hal yang sederhana: keyakinan kaum Wahabi yang anti-tahlil, anti-ziarah kubur, dan anti-kuburan.

Ketika kaum Taliban di Afghanistan menghancurkan patung Buddha yang sangat bersejarah di Bamiyan –tindakan yang menimbulkan kemarahan dunia,-- kita bisa mendeteksi pengaruh Wahabi di sana. Kaum Taliban memang pengikut paham Wahabi yang anti-kuburan. Karena itu, tak heran, jika mereka melakukan tindakan ikonoklasme seperti itu. Ikonoklasme maksudnya: menghancurkan patung-patung.

Ketika ISIS di Irak dan Syria melakukan serangkaian penghancuran atas situs-situs bersejarah di sana, sebetulnya mereka hanya mengikuti saja teladan yang dilakukan oleh kaum Wahabi sebelumnya. Kelompok Muslim pengamal tahlil sudah pasti tak akan melakukan tindakan-tindakan bodoh semacam ini.

Saya, di sini, tidak sedang membangun semacam aksioma matematik yang bersifat pasti: bahwa yang anti-tahlil dengan sendirinya anti situs-situs sejarah. Bukan. Yang mau saya katakan adalah ada kecenderungan kuat dalam kaum Wahabi yang anti-tahlil itu kepada historisida -- pemusnahan sejarah. Sebab menghargai situs-situs sejarah dianggap identik dengan kegiatan mempersekutukan Tuhan, syirik. Penghargaan, menurut mereka, hanya layak ditujukan kepada Allah saja. Bukan kepada obyek lain.

Dengan pembacaan semacam ini, sebetulnya apa yang kita kira adalah tindakan sederhana, yaitu mendoakan orang mati melalui tahlil, ternyata memiliki implikasi sosial dan “civilizational” yang sangat serius.

Tahlil, dengan kata lain, bukan hal yang main-main. Dia adalah tindakan ritual yang membentuk sikap-sikap sosial yang sangat kita butuhkan saat ini, di zaman ketika fundamentalisme agama meruyak di dunia Islam. Sikap-sikap itu mencakup banyak hal: menghargai sejarah, menghargai kebudayaan lokal, menghargai kesenian, tak gampang mengkafirkan, tak gampang menuduh syirik, toleransi, dsb.

Mungkin tahlil adalah salah satu obat penangkal fundamentalisme. Mungkin. Sebab, saya jarang melihat pengamal tahlil yang ikut dalam gerakan-gerakan keagamaan fundamentalistik.

Jadi, mari bertahlil!***

Penulis adalah pengamal dan pengamat tahlil. 

Ulil Abshar Abdalla  

23 juli 2016

Friday 22 July 2016

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA

I.  DEFENISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
II.          ETIOLOGI
  • Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
  • Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
  1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
  2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
  3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
  4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
  • Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
  • Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
  • Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
  • Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
  • Trauma
  • Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia
III.       MANIFESTASI KLINIS
  • Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit
  • Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.
  • Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
  • Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
  • Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
  • Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

ANATOMI FISIOLOGI
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh–pembuluh darah kapiler, dan pembuluh–pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paru–paru dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yakni:
  1. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celah–celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah sel–sel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat–serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
  2. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat–serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf – saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
V.          PARASITOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam.
VI.       WOC
VII.    KLASIFIKASI
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
1)      Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik.
Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
2)      Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus.
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik.
VIII. KOMPLIKASI
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
IX.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar Tembus Dada
Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
Torakosintesi
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang.
Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan penunjang lainnya:
ü  Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru.
ü  Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
ü  Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
PERBEDAAN CAIRAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT

No

Transudat
Eksudat
1
Warna
Kuning pucat, jernih
Jernih,keruh,purulen,hemoragik
2
Bekuan
-/+
3
Berat jenis
< 1018
>1018
4
Leukosit
<1000Ul
Bervariasi,>1000uL
5
Eritrosit
Sedikit
Biasanya banyak
6
Hitung jenis
MN(limfosit/mesotel)
Terutama polimorfonuklear (PMN)
7
Protein total
<50% serum
>50% serum
8
LDH
<60% serum
>60% serum
9
Glukosa
= plasma
=/<plasma
10
Fibrinogen
0,3- 4 %
4-6 % atau lebih
11
Amilase
>50% serum
12
Bakteri
-/+
X.          PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari.
  1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan menghilangkan dispnea.
  2. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks ( kadang merupakan akibat torasentesis berulang )
  3. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
  4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi diuretik.

















ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1.      PENGKAJIAN
  • Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
  • Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
  • Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
  • Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
  • Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
  • Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
  • Pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b.      Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
c.       Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
d.      Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
e.       Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f.       Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
g.      Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h.      Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i.        Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j.        Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
k.      Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
  • Pemeriksaan fisik
    • Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi pleura

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, mucosa skret berlebihan.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler -  alveolar
3.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
5.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat, faktor biologi, seseg
6.      Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan tubuh statis), prosedur invasiv
7.      kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif
8.      Cemas berhubungan dengan status kesehatan




















RENPRA EFUSI PLEURA

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih,              tanda vital dbn.
Airway manajemenn
·      Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.
·      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·      Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.
·      Pasang ET jika memeungkinkan
·      Lakukan terapi dada jika memungkinkan
·      Keluarkan lendir dengan suction
·      Asukultasi suara nafas
·      Lakukan suction melalui ET
·      Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
·      Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan

Airway Suction
·      Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal
·      Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
·      Informasikan pada keluarga tentang suction
·      Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction
·      Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.
·      Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.
·      Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.
·      Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.
·      Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.
·      Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.
·      Catat type dan jumlah sekresi dengan segera

2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler -  alveolar
Setelah dilakukan askep … jam Status pernafasan  seimabang antara kosentrasi udara dalam darah arteri dg KH:
·      Menunjukkan peningkatan Ventilasi dan oksigen cukup
·      AGD dbn
Airway Manajemen
·      Bebaskan jalan nafas
·      Dorong bernafas dalam lama dan tahan batuk
·      Atur kelembaban udara yang sesuai
·      Atur posisi untuk mengurangi dispneu
·      Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian oksigen

Monitor Respirasi
·      Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan upaya bernafas
·      Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, menggunakan alat bantu dan retraksi otot intercosta
·      Monitoring pernafasan hidung, adanya ngorok
·      Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, resirasi kusmaul dll
·      Palpasi kesamaan ekspansi paru
·      Perkusi dada anterior dan posterior dari kedua paru
·      Monitor kelelahan otot diafragma
·      Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas
·      Monitor kegelisahan, cemas dan marah
·      Catat karakteristik batuk dan lamanya
·      Monitor sekresi pernafasan
·      Monitor dispneu dan kejadian perkembangan dan perburukan
·      Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu
·      Tempatkan pasien kesamping untuk mencegah aspirasi
Manajemen asam Basa
·      Kirim pemeriksaan laborat keseimbangan asam basa   ( missal AGD,urin dan tingkatan serum)
·      Monitor AGD selama PH rendah
·      Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi yang optimum
·      Pertahankan kebersihan jalan udara (suction dan terapi dada)
·      Monitor pola respiorasi
·      Monitor kerja pernafsan (kecepatan pernafasan
3
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
·     Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
·    Ekspresi wajah tenang
·    klien dapat istirahat dan tidur
·    v/s dbn
Manajemen nyeri :
·      Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
·      Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
·      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
·      Kurangi faktor presipitasi nyeri.
·      Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
·      Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
·      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·      Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
·      Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
·      Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
·      Cek riwayat alergi..
·      Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
·      Monitor TV
·      Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
·      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
4
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik
Kriteria Hasil:
·   Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai
·   Warna kulit normal,hangat&kering
·   Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap
·   Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat
·   ↑toleransi aktivitas
NIC: Toleransi aktivitas
·      Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi
·      Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari
·      ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
·      Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas
·      Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital
·      Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas
5
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  b/d ketidak      mampuan pemasukan b.d faktor biologis
Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
·      Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
·      Identifikasi kebutuhan nutrisi.
·      Bebas dari tanda malnutrisi.
Managemen nutrisi
·      Kaji pola makan klien
·      Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya
·      Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan
·      kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan
·      tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c
·      monitor intake nutrisi dan kalori
·      Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi
§  kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
§  berikan makanan melalui NGT k/p
§  berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan
§  monitor penurunan dan peningkatan BB
§  monitor intake kalori dan gizi
6
Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
·      Bebas dari tanda dangejala infeksi.
·      Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.
·      Angka leukosit normal.
Kontrol infeksi.
§  Batasi pengunjung.
§  Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.
§  Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.
§  Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.
§  Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
§  Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
§  Anjurkan istirahat.
§  Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan  anjurkan untuk minum sesuai aturan.
§  Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan  keperawat kesehatan.
§  Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena)

Proteksi infeksi.
§  Monitor tanda dan gejala infeksi.
§  Monitor WBC.
§  Anjurkan istirahat.
§  Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
§  Batasi jumlah pengunjung.
§  Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup 
7
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
·      Keluarga menjelaskan   kembali yg dijelaskan
·      Keluarga kooperative dan mau kerjasama saat dilakukan tindakan
Mengajarkan proses penyakit
·      Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
·      Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit
·      Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan
·      Identifikasi penyebab penyakit
·      Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.
·      Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.
·      Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.
·      Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan
8
Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi
Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.
Pengurangan kecemasan
·      Bina hubungan saling percaya.
·      Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.
·      Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
·      Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.
·      Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.
·      Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.
·      Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
·      Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.
·      Dengarkan keluhan keluarga.
·      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
·      Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.
·      Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.
·      Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.